Senin, 03 April 2017

Ini Aku, Kata Hatimu

Ini aku, kata hatimu yang terpendam jauh di lubuk hati yang paling jauh…

Akhir-akhir ini aku sering bertanya bukan? Mau sampai kapan kamu menguji ketahanan hati dan batinmu untuk menunggu? Yakin masih mau melanjutkannya? Kukira mungkin saat ini kamu akan berkenan untuk mendengarkanku. Ya, inilah aku, kata hatimu. Jangan marah bila kita berbeda, jangan marah bila sebenarnya aku menentang.

Jadi begini. Kiranya aku pasti pernah mengingatkanmu bahwa kamu menunggu sudah terlalu lama. Aish, tujuh tahun untuk menunggu menurutku cukup ‘wasting time’. Tak usah mengelak, kita sudah pernah berbicara tentang ini sebelumnya bukan? Tak usah berbohong, aku masih ingat kamu pernah mengeluhkan tentang ini kepadaku. Tapi apa daya, kamu sendiri yang tidak pernah mempertimbangkanku dan bersikeras untuk terus maju. Padahal aku tahu betul dalam benakmu telah bersimbah peluh, yang tak jarang membuatmu mengeluh. Tak usah pura-pura lupa, karna aku, kata hatimu akan terus mengingatkanmu.

And now, let me to interrogate you. Bersiaplah karena ini akan menjadi pertanyaan yang bertubi-tubi.

Apakah kamu yakin akan bertahan lebih lama? Apakah kamu mampu? Jikalau itu aku, aku akan mengatakan bahwa aku mulai lelah. Kalau boleh, aku akan memintamu untuk mundur bersamaku. Mau tidak?

Apakah kamu tidak lelah, memutar otak, mencari-cari topik dan bahan untuk mendekatinya, atau hanya sekedar mendapat balasan singkat darinya? Kalau boleh jujur, lagi aku sudah lelah menggali dan mendalami cerita tentangnya. Toh kamu sudah banyak berusaha dan bercerita banyak padanya, tetapi dia juga tak menunjukkan simpati yang berarti bukan? You should know it, dear. Kamu seharusnya berani menduga bahwa itu semua hanyalah sebatas rasa prihatin, atau bahkan kasihan. Harusnya kamu malu karena kamu dikasihani. Aku tak menakutimu, aku hanya mencoba menyuarakan dan merayumu agar tidak terus berlarut dalam penantian tak jelasmu itu.

Apakah kamu tidak sadar kalau bisa jadi dia memang telah menolak perasaan, dan bukan kehadiranmu, sama seperti dia selalu mengelak untuk menjawab pertanyaanmu tentang apa yang dia pikirkan tentangmu? Rasa-rasanya kamu belum kapok dengan diamnya. Apa sampai sekarang kamu belum hafal dengan cara-caranya untuk menghindarimu? Siapa suruh tidak mendengarkanku?

Apakah kamu tidak lelah, kamu terlalu banyak bicara dalam percobaanmu untuk menarik perhatiannya. You tell him much, but he answers you less. Apakah dari sekian puluh jawabannya tidak cukup membuatmu yakin bahwa dia tidak tertarik? Apakah kamu bodoh? Kurasa iya. Karena kamu terus mengulanginya hingga saat ini. Sudahi saja, kataku.

The last, apa kamu tidak percaya pada Tuhan? Apa kamu tidak percaya dengan apa dan siapa yang telah disiapkan oleh Allah untukmu?? Apa kamu meragukannya? Apa lagi yang harus kuperbuat agar kamu mempercayakan sepenuhnya pada takdir dan rencanaNya? Bukankah akhir-akhir ini kamu sendiri yang mengatakan bahwa rezeki sudah ada yang mengatur? Menurut apa yang sering kamu ucapkan, aku mulai yakin bahwa kamu akan semakin mengerti bagaimana cara untuk mengikhlaskannya. Bukankah akan lebih baik jika kamu memperkuat penantianmu dengan doa? Fokuskan usahamu untuk memperbaiki diri, itu saja. Tak usah lagi mengejar apa yang belum tentu Allah takdirkan untukmu. Jika kamu ikhlas, insya Allah akan selalu ada jalan, dan Allah akan semakin mendekatkannya padamu, aku yakin. Tawakkal saja, serta menyerahkan semua hasil pada Allah sudah cukup kok. Ingat saja kata-katamu sendiri, rezeki sudah ada yang atur, termasuk jodoh.

Jadi bagaimana? Sudah siap untuk berhenti mengejar yang tidak pasti dan berjuang untuk apapun dan siapapun yang terbaik yang telah disiapkanNya? Kemarilah, berjalanlah bersamaku.



Best regards,
Aku, kata hatimu yang selalu mencintaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar