Sabtu, 14 Mei 2016

The Day

“The day when I was with you, that warm day that was filled with you, the passing wind remembers you back then”

Krik krik…..

Sumpah arti bait pertama lagu K.Will sama Baekhyun ini kampret banget. Iya kampret. Apalagi the whole song is such a damn thing that reminds me of him. Aseli 95 persen cocok sama kisah aku. Tapi ya bukan gara- gara angin berhembus juga sih.

Honestly, begitu lagu ini dirilis tadi malam, internet menjadi sasaran pertama ketika bangun tidur pagi tadi. Jempol- jempol tangan mulai mengetik judul lagu yang menjadi incaran pemiliknya. Secara ini K.Will, duetnya sama Baekhyun. Awalnya nurani berekspektasi kalo lagunya bakal happy song or somewhat. But, begitu download terus dengerin, oke fix nurani merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Tergerak mencari arti lagunya, lebih fix lagi perasaan gw ambyar seambyar- ambyarnya. Anjir alay banget. Tapi beneran.

Buat kalian yang baca postingan sebelumnya, ‘monyet’ itu bakal dibahas lagi di sini. Jadi, kita dulu berteman. Sampai sekarang. Dulu aku suka curhat, sekarang aku suka iseng basa- basi gangguin dia. Dulu kita duduk depan- belakang, tapi sekarang, meskipun masih sama- sama berpijak di Pulau Jawa, jarak kita beratus- ratus kilometer.

Let me say ‘hi’ first to you there :)

Dari lirik bait pertama tadi, cukup (bahkan lebih dari cukup) membuat flashback. Entah bagaimana awalnya sehingga aku dan dia menjadi dekat, entah bagaimana ketika aku dan dia sesekali tidak menghiraukan guru dan kejar- kejaran di kelas, hingga ketika aku dan dia nyaris ketinggalan waktu sholat ashar dan berlari bersama menuju mushola terdekat untuk mengejar waktu. Idih, berasa ngejar surga bareng gitu ya haha. Alay lagi anjir. Tapi biar.

Kamu duluan aja, biar kalo jatuh aku tau.” Asem lah ini nurani udah bener- bener berontak berusaha meyakinkan diri kalo itu sepikan. Tapi tidak mungkin. Aku temannya, jadi wajar saja. Untung kaki kanan tidak langsung merespon dengan cara keseleo. Yang ada malah keburu maghrib.

Yep, itu kasus pertama yang menurut sejarah paling berkesan.

Lanjut kasus kedua. “I’m missing you again. I’m thinking of you especially more today. The warm wind remembers you back then”. Aduh Gusti, ini lagu sebenarnya didedikasikan buat siapa sih? And i’m sure, I’m not the only one who feels it.

Benar saja sika lirik tersebut berkata begitu. Gara- gara itu juga sebenarnya hati ini meminta untuk ditegarkan. Bahkan angin pun mengerti. Lebih dari hangat, angin Surabaya panas coy busetdah. Memikirkan hal seperti ini saja bikin keringetan. Mengambyarkan perasaan juga butuh tenaga rupanya.

Hakikatnya tidak hanya hari ini saja aku merasakan rindu yang teramat sangat. Kemarin pun begitu. Kemarin lusa, beberapa hari lalu, dua kali dalam seminngu, hingga waktu yang tidak pasti, seringkali benak ini merasa ada sesauatu yang mengganjal. Ada rasa ingin jumpa, ingin menyapa, serta menghabiskan beberapa menit saja untuk berbicara dengannya. Tetapi sekali lagi, aku dan dia jauh. Dalam hal jarak maupun hati. Aish tai banget.

"I walked for a while. Then I stopped and when I look back, it feels like you would be standing there just like that day”

Mimpi aja keleus. Kapan coba waktu itu akan datang? Kapan dia akan berdiri untuk aku? Buat nagih utang sih iya wk. Ga juga ding. Sekali itu pernah, dia datang. Iya datang. Percaya gak? Udah percaya aja. Tapi mungkin saat itu kemampuanku untuk notice something sedang tidak bekerja. Orang di depanku berceletuk. Bukan aku yang diajak berbicara. Aku menengok ke belakang. It’s him. Is it real? He really comes. Finally. I’m so happy, of course. 

Pertemuan hari itu memang singkat. Aku bersyukur Tuhan masih memberiku kesempatan itu. Ya, for me everyday is a chance. Tuhan masih memberiku waktu untuk merubah diri menjadi lebih baik. Mungkin untuknya, untuk diriku sendiri, atau mungkin untuk ‘monyet’ lain.

“No matter how much I long for you, you back then. I remember you, I remember”

Sabtu, 23 April 2016

Hello, Seven Years!!

Ah, kupikir segala sesuatunya memang rumit. Termasuk rasa delapan tahun lalu yang masih berlaku. Ya. Sesuatu yang masih tertahankan untuk pergi. Move on? Should I?

Sesekali pertanyaan- pertanyaan bodoh itu terbesit. Who's belongs to you now? Are you single already? Did you ever miss me? Yet, ini--bukan--membodohkan--diri--sendiri. Tapi ya boleh lah sesekali menjadi bodoh. Bodoh karena menunggu begitu lama. Bodoh karena hanya berani basa- basi melalui chat Line, and sure, dihiasi dengan stiker- stiker yang mendukung. Beraninya cuma iseng sampe kadang lupa muka mau taruh di mana. Padahal, di balik semua itu jelas lah ada secercah maksud terselubung. Look at me, it says.

Overall, ah gila aja nulis ginian sampe berkaca- kaca. Lebay. Malu lah, sama diri sendiri. Malu sama layar laptop juga :")

Tapi serius aja sih. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar. Mulai dari jaman masih pake seragam, kaus kaki harus di atas mata kaki, tiap Senin kudu ikut upacara bendera, sampe sekarang yang masuk jam 7 tapi berangkat jam 7 kurang 5, yang mau pake kaos sama sendal gunung ke kampus juga bodo amat. Dari jaman ga ada angin ga ada hujan tiba- tiba kena labrak dan malemnya nangis, sampe sekarang yang mau ngelabrak juga silakan palingan cuma ditinggal senyum- senyum sambil dengerin lagu. Eh tapi dah baikan kok hehe jadi ini completely masa lalu yak.

Anyway, tujuh tahun lalu berarti masih bocil banget yak. Masih SMP gaes, astaghfirullah.... Haha cinta monyet banget? Okelah sebut saja begitu. Cuma sepihak lagi! Haha makin ketauan kan bodohnya. Tapi monyet yang itu sekarang sudah dewasa. Monyet itu sudah bukan monyet. Sudah jadi orang yang tahu harus apa dan tahu benar bagaimana rasanya menunggu. Dan satu hal yang diketahuinya paling menyenangkan untuk didengar adalah bahwa seseorang yang ditunggunya selalu baik- baik saja. Mengetahui bahwa seseorang yang ditunggunya kini telah bisa menuliskan namanya dengan benar. Ghina pake H, bukan Gina. So simple, but totally loves it!!

Entah memang move on itu susah, atau hatinya aja yang gamau digerakin buat move on. Yang jelas selama ini tidak ada terbesit rasa marah kalau pun dia tidak datang sebagai pasangan monyet yang telah lama ditunggu. Tidak ada rasa menyesal karena dulu mengikhlaskannya. Eh ya ada deng, tapi dikit aja ga banyak- banyak. Toh dia selalu bahagia kan? Aku tahu betul dia tidak bodoh sepertiku. Dia tahu betul hal- hal yang dapat membuatnya bahagia. He's surely knows how to makes the wolrd. Dan aku percaya itu. 

Berlebihan ya? Mungkin iya. Tapi usaha mencari pada monyet lain juga belum pernah berhasil. Ujung- ujungnya juga balik lagi haha.

Rasa itu masih ada dan tetap sama. Dikemas rapi tergenggam rindu. Aku tak berharap selamanya, tapi jika tetap ada, akan kubiarkan ada.

Karena monyet yang kutunggu masih sama.